KONSISTENSI
Pernahkan
anda mengalami kegagalan?
Bagaimana
anda menyikapinya?
Jawaban dari pertanyaan
diatas akan menentukan anda bermental juara atau bermental orang rata-rata.
Mengapa saya mengatakan hal ini karena pada dasarnya tak ada orang sukses yang tak pernah gagal. Malah, banyak
orang yang sangat sukses setelah berkali-kali gagal. Tapi bagaimana mereka bisa
bangkit setelah gagal, itu karena mereka memiliki sesuatu yang membedakan
dengan yang lain, sesuatu itu adalah KONSITENSI. Dengan konsistensi mereka
terus mencoba walaupun mengalami kegagalan. Dan kegagalan-kegagalan yang mereka
alami akan membawa mereka kepada pucak keberhasilan. “Kesuksesan adalah puncak
dari sebuah gunung kegagalan”. Bob Sadino
Quote.
Lalu apakah Konsisten itu, Konsisten adalah sikap untuk
melakukan sesuatu hal secara terus menerus secara teratur dan berkesinambungan.
Pada buku-buku yang pernah saya baca tentang kebiasaan-kebiasaan dari
orang-orang sukses, mereka punya sikap dan kebiasaan yang—analogi
sederhananya—“mirip” mesin. Ini sama sekali bukan sikap yang kaku atau
cenderung monoton. Tapi, mesin yang saya ungkapkan adalah mesin yang bekerja
rutin, konsisten, dan sesuai target. Dalam pengertian bahasa Jawa, ada sebuah
ungkapan, yakni ajeg.
Kita ambil contoh seperti David
Beckham yang melatih terus-menerus tendangan bebas hingga bisa menembus blokade
pemain lawan. Seperti latihan Michael Jordan yang berlatih terus-menerus
bagaimana ia bisa menembak ke ring dalam posisi apa pun, atau seperti Steve
Jobs yang selalu berusaha untuk membuat gadget yang berdesain simpel tetapi
elegan dan bisa digunakan semua orang. Konsisten atau ajeg memang tekadang
terlihat monoton, karena kita harus melakukan suatu kegiatan secara berulang
dan terus menerus, dan sering membuat kita bosan. Padahal dengan hal yang
telihat monoton itu dapat membuat kita fokus pada tujuan kita. Dengan latihan
yang ajeg,
Beckham bisa menemukan “celah” bagaimana cara menendang yang tepat sampai ke
gawang sesuai yang diharapkan. Michael Jordan juga menyebut, dengan ke-ajeg-annya,
ia jadi tahu, posisi apa yang paling pas untuk memasukan bola kedalam ring, dan
Steve Jobs bisa tau produk Gadget yang bisa diterima oleh pasar.
Kembali ke soal ajeg-nya
para tokoh sukses yang saya kenal. Hampir semua orang itu memiliki jadwal yang
sangat terencana. Bangun jam sekian, melakukan evaluasi, bekerja, hingga
melakukan refleksi tentang apa yang sedang, telah, dan belum tercapai hari itu.
Begitu seterusnya. Mereka konsisten dengan apa yang dilakukannya setiap hari
walaupun mereka pun sering kali mengalami kegagalan.
Oh…iya berikut ini saya akan
menceritakan sebuah cerita yang menurut saya hampir terkait dengan konsistensi,
kesabaran, dan kesuksesan.
Pada zaman dahulu di Jepang ada seorang pria bernama Takezo.
Ia adalah seorang pria yang putus asa dan mau meninggalkan semuanya, baik
pekerjaan, hubungan sosial, dan bahkan hendak bunuh diri karena merasa sudah
tak punya arti dalam kehidupannya. Sebelum melakukan itu semua, ia menyempatkan
pergi ke hutan untuk berbicara yang terakhir kalinya dengan seorang bijak
bernama Takuan. Ia bertanya, “Apakah Takuan bisa memberi aku satu alasan yang
baik untuk jangan berhenti hidup dan menyerah?”
Mendengar pertanyaan itu, Takuan dengan kebijakannya menjawab, “Coba lihat sekitarmu Takezo. Apakah kau melihat pohon pakis dan bambu itu?”
“Ya aku lihat itu,” jawab Takezo.
“Ketika menanam benih pakis dan benih bambu, alam merawat keduanya secara sangat baik. Alam memberi keduanya cahaya, dan memberi air. Pakis tumbuh sangat cepat di bumi, daunnya yang hijau segar menutupi permukaan tanah hutan. Tapi ketahuilah, sementara pakis tumbuh sangat subur, benih bambu tidak menghasilkan apa pun. Tapi, bambu berkata, ‘Aku tidak menyerah’,” sebut Takuan menyampaikan filosofinya.
“Pada tahun kedua, pakis tumbuh makin subur dan banyak, tapi belum ada juga yang muncul dari benih bambu. Tapi kembali bambu berkata, ‘Aku tidak menyerah’. Di tahun ketiga, bambu belum juga memunculkan sesuatu. Lagi-lagi bambu berkata, ‘Aku tidak menyerah’. Seterusnya di tahun keempat, masih juga belum ada apa pun dari benih bambu. Ia tetap berkata, ‘Aku tidak menyerah’. Kemudian, pada tahun kelima, muncul tunas kecil. Jika dibandingkan dengan pakis, tunas itu tampak kecil dan tidak bermakna,” jelas Takuan pada Takezo. “Tapi, lihatlah enam bulan kemudian. Bambu tumbuh menjulang sampai 100 kaki!”
“Begitulah, untuk menumbuhkan akar bambu perlu waktu lima tahun. Akar tersebut membuat bambu kuat dan memberi apa yang diperlukan bambu agar mampu bertahan hidup,” terang Takuan. “Ingat, Sang Pencipta tak akan memberi cobaan yang tak sanggup diatasi ciptaan-Nya.”
Takezo pun termenung mendengar semua ucapan Takuan yang kemudian melanjutkan nasihatnya, “Tahukah kau, Takezo… Di saat menghadapi semua kesulitan dan perjuangan berat ini, kau sebenarnya sedang menumbuhkan akar-akar yang kuat? Sebagaimana alam tidak meninggalkan bambu, Sang Pencipta juga tidak meninggalkan kamu. Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Bambu mempunyai tujuan yang beda dengan pakis. Tapi keduanya tetap punya manfaat membuat hutan menjadi indah.”
“Nah Takezo, waktu kamu akan datang. Kamu akan menanjak dan menjulang tinggi. Asal tetap mengandalkan Sang Pencipta dalam setiap rencana dan jalan hidupmu.”
Mendengar pertanyaan itu, Takuan dengan kebijakannya menjawab, “Coba lihat sekitarmu Takezo. Apakah kau melihat pohon pakis dan bambu itu?”
“Ya aku lihat itu,” jawab Takezo.
“Ketika menanam benih pakis dan benih bambu, alam merawat keduanya secara sangat baik. Alam memberi keduanya cahaya, dan memberi air. Pakis tumbuh sangat cepat di bumi, daunnya yang hijau segar menutupi permukaan tanah hutan. Tapi ketahuilah, sementara pakis tumbuh sangat subur, benih bambu tidak menghasilkan apa pun. Tapi, bambu berkata, ‘Aku tidak menyerah’,” sebut Takuan menyampaikan filosofinya.
“Pada tahun kedua, pakis tumbuh makin subur dan banyak, tapi belum ada juga yang muncul dari benih bambu. Tapi kembali bambu berkata, ‘Aku tidak menyerah’. Di tahun ketiga, bambu belum juga memunculkan sesuatu. Lagi-lagi bambu berkata, ‘Aku tidak menyerah’. Seterusnya di tahun keempat, masih juga belum ada apa pun dari benih bambu. Ia tetap berkata, ‘Aku tidak menyerah’. Kemudian, pada tahun kelima, muncul tunas kecil. Jika dibandingkan dengan pakis, tunas itu tampak kecil dan tidak bermakna,” jelas Takuan pada Takezo. “Tapi, lihatlah enam bulan kemudian. Bambu tumbuh menjulang sampai 100 kaki!”
“Begitulah, untuk menumbuhkan akar bambu perlu waktu lima tahun. Akar tersebut membuat bambu kuat dan memberi apa yang diperlukan bambu agar mampu bertahan hidup,” terang Takuan. “Ingat, Sang Pencipta tak akan memberi cobaan yang tak sanggup diatasi ciptaan-Nya.”
Takezo pun termenung mendengar semua ucapan Takuan yang kemudian melanjutkan nasihatnya, “Tahukah kau, Takezo… Di saat menghadapi semua kesulitan dan perjuangan berat ini, kau sebenarnya sedang menumbuhkan akar-akar yang kuat? Sebagaimana alam tidak meninggalkan bambu, Sang Pencipta juga tidak meninggalkan kamu. Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Bambu mempunyai tujuan yang beda dengan pakis. Tapi keduanya tetap punya manfaat membuat hutan menjadi indah.”
“Nah Takezo, waktu kamu akan datang. Kamu akan menanjak dan menjulang tinggi. Asal tetap mengandalkan Sang Pencipta dalam setiap rencana dan jalan hidupmu.”
Comments
Post a Comment