ORANG KAYA DARI BABYLON


berisi uang atau ilmu, mana yang akan kalian pilih?”
“Uang, uang” Jawab semua orang.
Kalabab tersenyum.
“Dengarlah anjing liar di luar sana. Mereka menggonggong dan melolong kelaparan. Tapi begitu kalian memberi makan, apa yang mereka lakukan? Mereka berkelahi. Lalu mereka berkelahi lagi dan berebut makanan, tidak tahu apakah besok bisa makan atau tidak”
“Begitu juga dengan manusia. Berikan mereka pilihan, uang atau ilmu, apa yang mereka lakukan? Mereka menghiraukan ilmu dan menghamburkan uang. Besok mereka juga akan kebingungan karena tak punya uang lagi.”
“Ketahuilah uang itu ada bagi mereka yang tahu hukumnya dan patuh kepada hukum itu.”
“Karena kalian telah lama melayaniku dalam perjalanan jauh, sudah merawat unta-untaku, membersamaiku melalui padang pasir panas, melawan perampok yang mau mengambil barang daganganku, malam ini aku akan bercerita kepada kalian lima hukum uang. Cerita ini pasti belum pernah kalian dengar sebelumnya.”
“Perhatikan dengan baik cerita ini, dengan memperhatikan dan melaksanakan lima hukum ini, di masa depan, kau akan mendapatkan banyak uang.”
“Kau telah memberikan banyak cerita yang bagus kepada kami Kalabab. Kami akan memperhatikan ceritamu yang satu ini. Kami memang mencari ilmu yang bisa membimbing kami agar mendapat kekayaan setelah pekerjaan ini berakhir.” Jawab sang ketua kelompok.
“Cerita ini adalah tentang kebijaksanaan dari Arkad, orang terkaya di Babilonia, tentang lima hukum uang. Cerita ini kudapatkan dari Nomasir, anaknya, saat aku berada di Nineveh. Aku hanya seorang pelayan ketika itu.”
“Sepanjang malam itu aku dan majikanku berada di rumah Nomasir. Kami membawa karpet untuknya. Ia ingin memilih warna yang cocok. Dan setelah ia puas memilih karpet, kami diminta duduk bersamanya untuk makan malam.”
“Setelahnya, kami mendengarkan cerita tentang ilmu yang dimiliki ayahnya, Arkad, yang akan aku ceritakan kepada kalian saat ini.”
“Ada kebiasaan di Babilonia, seorang anak pasti akan mewarisi kekayaan ayahnya. Tapi tidak dengan Arkad. Ia berbeda. Ketika Nomasir dewasa, Arkad berbicara kepadanya.”
“Anakku, aku sangat ingin agar kau bisa mewarisi kekayaanku. Tapi sebelum itu, kau harus membuktikan bahwa kau mampu mengelola kekayaan ini dengan baik. Oleh karena itu keluarlah, tunjukkan kemampuanmu mendapatkan kekayaan dan jadikan dirimu mampu menjadi orang terhormat.”
“Sebagai modal, akan aku berikan dua hal yang dulu ketika aku muda tidak mendapatkannya.”
“Pertama, akan aku berikan kau sekantung uang emas. Bila kau menggunakannya dengan baik, maka ia akan menjadi modal keberhasilanmu.”
“Kedua, aku berikan kau beberapa lempeng tanah liat ini yang telah tertulis di dalamnya lima hukum uang. Bila kau mampu melakukan apa yang tertulis, kau akan punya kemampuan mengola uang dan mendapatkan rasa aman.”
“Sepuluh tahun lagi, kembalilah ke sini dan aku akan menilaimu. Bila kau memang layak, maka kau akan bisa mewarisi kekayaanku. Kalau tidak, biarlah aku memberikan kekayaan ini kepada pemuka agama yang bisa menggunakannya untuk kebaikan dan mendekatkanku pada Tuhan.”
“Maka, berangkatlah Nomasir membawa sekantung uang emas, dan lempengan tanah liat berisi lima hukum uang.”
….
“Sepuluh tahun berlalu, dan Nomasir pun kembali ke rumah ayahnya. Malamnya ada jamuan makan besar-besaran. Mereka mengundang keluarga, kerabat, dan teman. Setelah makan malam selesai, Arkad duduk bersama istrinya di sebuah singgasana berhadapan dengan Nomasir.”
“Nomasir didampingi istri dan anaknya. Di belakangnya ada kerabat yang duduk mendengarkan dialog mereka berdua.”
“Ayahku, ijinkan aku membungkuk kepadamu sebagai tanda hormat atas ilmu yang kau berikan kepadaku sepuluh tahun lalu. Kau membuatku pergi agar aku bisa menjadi dewasa.”
“Kau telah memberiku petunjuk berupa ilmu dan emas. Untuk emasnya, aku harus mengakui bahwa aku tidak sanggup mengelolanya. Ia pergi secepat kelinci yang dikejar orang.”
“Lanjutkan ceritamu anakku!” Sahut Arkad.
“Di hari keberangkatan, aku memutuskan untuk pergi ke Nineveh. Kudengar kota itu sedang berkembang, dan aku yakin akan ada banyak kesempatan untukku. Aku bergabung bersama sebuah kafilah dagang berangkat ke sana.”
“Di dalamnya aku berkenalan dengan banyak orang. Aku berkenalan dua orang yang punya kuda putih yang larinya secepat angin.”
“Dalam perjalanan, mereka bercerita bahwa di Nineveh ada seseorang yang punya kuda yang larinya tak tertandingi. Pemiliknya sangat yakin akan kemampuan kudanya. Ia membuat sayembara bagi siapapun yang bisa mengalahkan kudanya ia akan mendapatkan uang emas yang banyak. Dua orang tadi mengatakan bahwa kuda mereka akan dengan mudah mengalahkannya.”
“Mereka menawariku, apakah aku tertarik untuk ikut bertaruh. Dan aku sangat tertarik.”
“Ternyata kuda kami kalah. Sebagian besar uang emasku hilang dalam taruhan itu. Ternyata baru aku tahu setelahnya bahwa dua orang itu bersekongkol dengan pemilik kuda di Nineveh. Mereka memang mencari korban untuk persekongkolan mereka. Kejadian ini membuatku berhati-hati.”
“Selanjutnya aku mengalami sesuatu yang tidak kalah pahitnya. Di dalam kafilah itu aku bertemu dengan seorang anak muda. Ia sepertiku, anak orang kaya yang pergi ke Nineveh untuk mencari lokasi yang tepat untuk usaha.”
“Sesampainya di sana, dia berkata kepadaku ada seorang pedagang yang meninggal dan barang dagangannya dijual dengan harga murah. Ia berkata kepadaku kami akan bekerjasama. Tapi ia harus kembali dulu ke Babilonia untuk mengambil uang. Dia memintaku membeli barang-barang dagangan tersebut dengan uangku.”
“Aneh, setelah aku menggunakan uangku, dia selalu menunda keberangkatan ke Babilonia. Aku menilai dia tidak punya keahlian berdagang. Aku memutuskan untuk mengeluarkannya dari usaha. Tapi semua sudah terlambat. Hanya tersisa beberapa barang yang bisa dijual. Aku juga sudah tak punya uang lagi untuk membeli barang. Sisa barang aku berikan sebagai sedekah.”
“Selepas itu ayah, yang ada adalah hari-hari penuh perjuangan. Aku mencari pekerjaan, tapi tak satupun kudapatkan. Karena aku tidak punya keahlian apapun yang bisa membuatku berpenghasilan. Aku menjual kudaku, aku menjual budakku, aku menjual pakaian-pakaian indahku agar aku bisa makan dan punya tempat tinggal. Tapi tiap hari semakin memburuk.”
“Tiba-tiba saja aku tersadar. Tujuanmu memaksaku keluar ke dunia adalah agar aku menjadi orang yang terhormat. Dan karena itu aku ingin berhasil sebagai orang terhormat.”
“Setelah merenung, aku ingat kau juga memberiku beberapa lempeng tanah liat. Aku membacanya dengan seksama. Barulah aku sadar. Andai aku mendapat ilmu terlebih dahulu, uang itu tidak akan hilang. Aku mempelajari lima hukum uang. Makin kubaca makin yakin aku bisa menjadi lebih baik.”
“Kini, aku akan membacakan kembali lima hukum emas yang kau berikan kepadaku sepuluh tahun yang lalu.”
Lima Hukum Uang
  1. Uang datang dengan senang hati dalam jumlah selalu bertambah bagi siapapun yang menyimpan tidak kurang dari sepersepuluh penghasilannya.
  2. Uang yang dipekerjakan dan memberi keuntungan dengan disiplin oleh pemilik yang bijak, jumlahnya akan berlipat seperti ternak di padang rumput.
  3. Uang akan tetap aman bila pemiliknya menginvestasikannya dengan petunjuk dari orang yang ahli mengelolanya.
  4. Uang akan pergi dari pemiliknya bila diinvestasikan pada hal yang tidak ia pahami atau diinvestasikan kepada orang yang tidak punya keahlian mengelolanya.
  5. Uang akan pergi bila pemiliknya tergiur dengan keuntungan yang terlalu besar atau mengikuti saran para penipu atau terlalu percaya diri padahal tidak memiliki kemampuan dalam berinvestasi.
“Inilah lima hukum uang yang kau tuliskan Ayah. Aku sadar kelima hukum ini lebih berharga daripada emas itu sendiri. Itu aku buktikan dengan kelanjutan ceritaku.”
“Tak ada cerita sedih yang tak berakhir. Awal kebangkitanku bermula saat aku mendapatkan pekerjaan menjadi mandor budak-budak yang membangun tembok kota.”
“Dari penghasilan yang aku terima, aku menyimpan sepersepuluhnya. Memang lama, dan aku harus hidup sederhana. Ini karena aku bertekad untuk memiliki uang sebanyak yang kau berikan sebelum sepuluh tahun berakhir.”
Suatu ketika, seorang pemilik budak, berkata kepadaku, “Kau anak muda yang penuh perjuangan. Kau tidak menghabiskan uang yang kau terima. Apakah kau ingin menyimpan uang itu selamanya?”
“Iya, jawabku. Aku sangat ingin mengganti uang dari ayahku yang telah kuhabiskan.”
“Sebuah keinginan yang besar. Tapi apakah kau tahu bahwa uang yang kau simpan bisa bekerja untukmu dan bisa mendapatkan lebih banyak lagi?”
“Aku pernah mendapatkan pengalaman buruk soal itu. Aku khawatir akan terulang lagi.”
“Bila kau percaya padaku, aku beri kau nasihat bagaimana mengelola uangmu. Setahun lagi tembok bagian luar kota yang sekarang sedang dibangun akan selesai. Setelah itu akan dimulai pengerjaan pintu gerbang yang terbuat dari perunggu. Di Nineveh tidak banyak logam tersedia. Ini rencanaku, kita akan menggunakan uang kita untuk mengirim banyak orang ke tambang logam yang lokasinya sangat jauh. Lalu kita akan membawa semua logam di tambang itu ke Nineveh yang akan digunakan untuk membuat pintu gerbang.”
“Saat raja memerintahkan untuk pembuatan gerbang, hanya kita yang bisa menyediakan logam dalam jumlah besar dan kita akan mendapatkan harga yang tinggi. Kalaupun raja tidak membeli logam dari kita, kita tetap bisa menjualnya dengan harga normal.”
“Tawarannya membuatku teringat akan hukum ketiga. Aku menginvestasikan uangku di bawah bimbingan orang yang bijak. Hasilnya tidak mengecewakan. Rencana kami berhasil. Simpanan uangku bertambah lebih besar lagi dari transaksi ini.”
“Tidak lama kemudian, aku diterima menjadi anggota dari kelompok yang sama. Isinya adalah mereka yang ahli mengelola uang. Mereka mendiskusikan tiap rencana dengan seksama sebelum menyetujuinya. Mereka tidak akan berinvestasi pada sesuatu bisa menghilangkan modal atau tidak menguntungkan. Mereka pasti sudah melihat banyak kelemahan pada kejadian di mana aku kehilangan uangku dulu.”
“Selama bekerja sama dengan mereka, aku belajar bagaimana berinvestasi dengan aman dan menguntungkan. Hartaku semakin meningkat dalam waktu yang cepat. Aku tidak hanya mendapatkan harta sejumlah dengan yang telah kuhilangkan, aku mendapatkan lebih dari itu.”
“Lewat pengalaman buruk dan baikku, aku sudah berulangkali membuktikan kebenaran lima hukum uang. Bagi yang tidak punya ilmu, uang susah datang, tapi cepat hilang. Sementara bagi dia yang mematuhi lima hukum ini, uang datang dan bekerja dengan rajin seperti budak.”
“Nomasir lalu memerintahkan salah seorang budaknya mengambil sesuatu. Budak ini datang membawa tiga kantong besar. Nomasir mengambil salah satunya dan meletakkannya di hadapan sang Ayah.”
“Ayah, kau telah memberikan sekantung uang emas. Dan ini aku kembalikan sekantung uang emas dengan berat yang sama, seperti sepuluh tahun yang lalu.”
“Waktu itu kau telah memberiku sekantung berisi lempeng tanah bertuliskan lima hukum uang. Dan sebagai gantinya aku berikan dua kantung berisi uang emas. Dua kantung kembali ia letakkan di depan ayahnya.”
“Aku lakukan ini untuk menunjukkan kepadamu wahai Ayah bahwa ilmu yang kau berikan jauh lebih berharga daripada uang emas. Tapi siapa yang bisa mengukur nilai dari sebuah ilmu? Tanpa ilmu, uang akan hilang dengan cepat. Tapi dengan ilmu, uang bisa didapatkan dan tiga kantung uang emas ini sebagai buktinya.”
“Aku hari ini sangat lega Ayah, aku bisa berdiri di hadapanmu dan berkata, dengan ilmu yang kau berikan, aku sekarang bisa menjadi kaya dan terhormat di antara banyak orang.”
“Arkad berdiri dan meletakkan tangannya di atas kepala Nomasir. “Kau telah belajar dengan baik anakku. Dan aku sangat yakin untuk mempercayakan kekayaan ini kepadamu.”
“Kalabab bertanya kepada mereka yang mendengarkan ceritanya.”
“Apa maksud dari cerita ini, cerita tentang Nomasir ini?”
“Siapa di antara kalian yang bisa menghadap ayahnya atau ayah istrinya lalu memberikan kekayaan yang dia miliki?”
Apa yang akan kau ucapkan saat kau menunjukkan kekayaanmu, “Aku sudah banyak berkelana, belajar, dan bekerja dan mendapatkan penghasilan, tapi uang yang kudapatkan masih sedikit, aku membelanjakannya dengan ceroboh dan banyak yang kuhabiskan lewat jalan yang salah.”
“Apakah takdir yang kau salahkan bila ada yang punya banyak uang dan sementara kau hanya punya sedikit?”
“Orang akan punya banyak uang bila mereka tahu dan mematuhi lima hukum uang.”
“Karena aku mempelajari lima hukum uang ini di waktu muda dan mematuhinya, aku menjadi pedagang kaya. Bukan dengan jalan sihir. Kekayaan yang datang cepat akan pergi dengan cepat pula.”
“Kekayaan yang memberikan kepuasan kepada pemiliknya adalah yang datang dengan perlahan. Karena ia adalah anak yang dilahirkan oleh pengetahuan dan tujuan yang kuat.”
“Akan kuulangi kembali lima hukum uang ini.”
Hukum uang yang pertama
Uang datang dengan senang hati dalam jumlah selalu bertambah bagi siapapun yang menyimpan tidak kurang dari sepersepuluh penghasilannya.
Siapapun yang menyimpan sepersepuluh pendapatannya dengan konsisten dan menginvestasikannya dengan baik akan membuatnya kaya yang menyediakan penghasilan bagi dia di masa depan. Serta membuat keluarganya terjamin bila ia menghadap Tuhannya.
Emas datang kepada orang yang seperti ini. Aku menjamin itu. Aku sudah membuktikannya sendiri. Semakin banyak aku menyimpan, semakin banyak emas yang datang kepadaku.
Hukum uang yang kedua
Uang yang dipekerjakan dan memberi keuntungan dengan disiplin oleh pemilik yang bijak, jumlahnya akan berlipat seperti ternak di padang rumput.
Hukum uang yang ketiga
Uang akan tetap aman bila pemiliknya menginvestasikannya dengan petunjuk dari orang yang ahli mengelolanya.
Hukum uang yang keempat
Uang akan pergi dari pemiliknya bila diinvestasikan pada hal yang tidak ia pahami atau diinvestasikan kepada orang yang tidak punya keahlian mengelolanya.
Hukum uang yang kelima
Uang akan pergi bila pemiliknya tergiur dengan keuntungan yang terlalu besar atau mengikuti saran para penipu atau terlalu percaya diri padahal tidak memiliki kemampuan dalam berinvestasi.
“Jangan lupakan bagaimana orang kaya di Nineveh tidak akan berinvestasi pada yang bisa menghilangkan modalnya atau tidak menguntungkan.”
“Inilah akhir dari ceritaku tentang lima hukum uang. Dengan menceritakannya kepada kalian, aku sudah membuka rahasia kesuksesanku.”
“Ini bukanlah sesuatu yang rahasia tapi kebenaran yang harus dipelajari lalu diikuti oleh siapapun yang ingin keluar dari kebiasaan yang dilakukan anjing liar, selalu khawatir besok akan makan apa.”
“Keinginan kalian untuk menjadi kaya adalah kekuatan. Maka bimbinglah kekuatan ini dengan pengetahun dari Lima Hukum Uang dan kalian akan mendapatkan bagian kekayaan Babilonia.”
Sumber: The Richest Man In Babylon, Chapter The Five Laws of Gold

Comments

Popular posts from this blog

Rahasia Mengatur Channel Wifi 99,99% Stabil

Mengakses/Meremot Modem Indihome melalui jaringan Internet

MODE BRIDGE DALAM MODEM INDIHOME