SELF-DISIPLIN SAMURAI




Samurai adalah kesatria asli Jepang yang dikenal memiliki disiplin tinggi dan sangat menjaga kehormatan diri. “Tak ada yang dapat menglahkan manusia-manusia yang disiplin. Bahkan senjata yang lebih modern dan pasukan yang lebih banyak sekalipun tak akan bisa mengalahkan Samurai.” Begitulah percakapan dalam Film ‘The Last Samurai’ yang dibintangi oleh Tom Cruise.

Disiplin bukan hanya suatu pekerjaan yang dilakukan secara rutin, melainkan sebuah komitmen. Prinsip itulah  yang sebenarnya dimiliki seorang Samurai. Disiplin, fokus, dan memiliki nilai-nilai kehormatan.

Maka dapat dikatakan bahwa self discipline adalah: kemampuan yang memungkinkan seseorang bertindak tanpa terganggu oleh emosi. Mereka yang memiliki jiwa self discipline akan memiliki self control atau kontrol penuh atas dirinya sendiri.

Dari beberapa riset, orang-orang yang memiliki jiwa self discipline akan cenderung gembira dalam menjalankan aktivitas. Mereka juga fokus dan konsentrasi terhadap apa yang ia kerjakan. Bahkan ketika mengalami kegagalan, orang-orang dengan self discipline tidak putus asa dan mau mencoba hingga bereksperimen. Dan semuanya itu, dikendalikan dalam self control yang baik.

Kita tentu pernah mendengar orang tua kita menasihati, bahwa kedisiplinan akan membuahkan hasil. Artinya, sesuatu yang dikerjakan terus-menerus, konsisten dan disiplin pasti akan memberi hasil nyata. Ayah saya bahkan pernah berkata, “Jadi tukang las pinggir jalan pun, asal tekun, pasti bisa hidup layak”.

Di jaman yang berubah-ubah dan penuh turbulensi seperti sekarang ini, di mana ketidakjelasan waktu, lalu lintas, dan cuaca semakin sulit diprediksi, kita cenderung mulai melupakan sikap mental konsisten dan disiplin ini. Kita mudah membatalkan janji. Kita mudah beralasan untuk tidak berolahraga 4 kali seminggu. Kebiasaan untuk membaca buku, yang kita yakini sebagai keharusan, bisa kita tinggalkan karena “tidak sempat”. Menunda sudah menjadi hal yang terlalu biasa.

Dalam setiap forum diskusi, saat seorang olahragawan ditanya mengenai apa yang membuat ia bisa meraih kemenangan dan tidak putus asa saat sedang kalah pertandingan, kita akan mendengar jawabannya adalah ketekunan dalam berlatih. Tidak mungkin ia memenangkan laga bila tidak melakukan latihan secara teratur. Melalui latihan, para olahragawan ini bukan hanya menumbuhkan rasa percaya diri, tapi juga kerendahan hati saat menghadapi lawannya.

Disiplin latihan tidak hanya membentuk kekuatan fisik, tapi juga kesiapan mental untuk menghadapi hal-hal yang tidak sesuai harapan, dan bangkit dari kegagalan. Tengok saja betapa pasukan elite tentara berlatih jauh lebih keras dan lebih banyak daripada pasukan biasa. Ternyata, prinsip untuk mengambil action yang disiplin dan konsisten, tidak lekang jaman, masih dibutuhkan, bahkan tidak bisa ditawar-tawar.

Kita selalu bertanya-tanya, apa rahasia perusahaan yang bisa bertahan menghadapi turbulensi, kekacauan, dan krisis. Dalam buku terakhirnya, Great By Choice, Jim Collins dan Morten Hansen mengungkapkan jawabannya terhadap pertanyaan tersebut, melalui riset yang berlangsung selama 9 tahun.

Ternyata, salah satu hal utama yang dilakukan perusahaan ini adalah disiplin yang fanatik dalam menjalankan program, komitmen, dan action plan. Mereka sangat setia pada tujuannya, konsisten melakukan apa yang telah disepakati, tanpa peduli perubahan situasi. Seolah-olah situasi “on-off” tidak diperhitungkan. Bahkan, yang sangat mengejutkan juga, hasil penelitian mengatakan bahwa kesuksesan organisasi ini tidak bergantung pada kepemimpinan perusahaannya.

Disiplin: konsistensi tindakan
Dalam buku Great by Choice, Jim Collins juga membandingkan dua kelompok pengembara Arctic. Kelompok pertama berdisiplin berjalan 20 mil perjam, secara disiplin, tidak kurang tidak lebih. Sementara kelompok kedua, kecepatan berjalannya tergantung cuaca. Pada cuaca yang baik mereka berjalan lebih banyak, sementara bila cuaca sulit, mereka beristirahat.

Hasilnya, kelompok yang disiplin, konsisten dengan komitmennya, bisa bertahan dan lebih cepat mencapai tujuan. Dengan perkataan lain, kita tidak perlu menunggu sampai kondisi memudahkan kita untuk bergerak, tetapi justru kita perlu maju terus ke depan, apapun yang terjadi.

Kemudian ketika Anda berpikir pada posisi ambisi menggapai sesuatu, segeralah Jim Collins (2011) menyatakan disiplin fanatik dalam berencana harus memiliki mekanisme kerja yang konkret, jelas, cerdas, dan dikejar secara tekun untuk membuat Anda tetap di jalur yang benar. Pada saat medisiplinkan diri  biasanya akan muncul dua jenis ketidaknyamanan yang diterapkan pada diri sendiri : (1) ketidaknyamanan berupa munculnya rasa keraguan-raguan di waktu situasi yang sulit dan (2) ketidaknyamanan berupa menahan diri/emosi/ego dalam situasi yang menguntungkan kita.
Jim Collins (2011) dalam riset yang beliau pelajari, perusahaan yang berhasil keluar dari lingkungan ekstrem, harus berubah menjadi disiplin yang fanatik yaitu dengan kehendak batin (konsistensi sadar diri bukan terpaksa) akan konsistensi dengan nilai, konsistensi dengan peningkatan kualitas dan standar kinerja, konsistensi dengan tujuan jangka panjang. Disiplin di luar kurva normal, merupakan upaya kemandirian pikiran untuk melakukan apa yang diperlukan demi menciptakan hasil yang luar biasa, tak peduli betapa sulitnya.Morten.T.Hansen (2011) dalam risetnya juga menyatakan bahwa pemimpin yang baik, tidak bereaksi berlebihan terhadap peristiwa, menyerah pada arus, atau melompat untuk menyabet peluang-peluang yang memikat tapi tidak relevan.
Dengan disiplin juga melatih kita untuk berpikir kreatif empiris(berpikir berdasarkan data), seperti contohnya dalam persaingan perusahaan intel dan amd berikut ini. Merujuk kepada kejadian historis persaingan Intel versus AMD, ketika AMD menyatakan diri menjadi perusahaan semikonduktor pertama yang mencatat pertumbuhan 60% dan membidik peluang nomor 1 (satu) dalam sirkuit intergrasi dan memiliki peluang melampaui Intel, Texas Instruments, National Semiconductor. Pada saat itu tahun 1984-1994 Intel sebaliknya melakukan strategi membatasi pertumbuhan demi meminimalkan peluang hilangnya kendali.
Memang AMD berhasil mencatat pertumbuhan tetapi ketika resesi dunia tahun 1998, AMD terbalik jatuh merosot? dengan penjualan $795 juta/tahun dengan hutang naik tiga kali lipat dalam setahun tesebut (Sumber: Sunnyvale, CA; AMD Annual Report, Fiscal 2000). Kondisi ini bertahan dan Intel memimpin bahkan hingga tahun ini 2013. Hasil analisis historis komparatif yang dilakukan Morgan T. Hansen (2011) ini disebabkan Intel lebih empiris dalam menentukan strateginya dibanding AMD dan itu diterapkan di semua lininya. Analogi sederhana dalam pertandingan sepakbola ketika bagaimana pemikiran empiris seorang defender maju dan mendapat PELUANG besar untuk menjebol gawang lawan, hal yang harus diwaspadai (berhati-hati) ketika peluang itu gagal dimanfaatkan, maka akan segera dikonversi menjadi ANCAMAN yang cepat bagi dirinya untuk terbobol oleh lawan, Maka dari itu strategi cadangan secara empiris diperlukan tapi juga harus kreatif.



DISIPLIN TAK BOLEH KARENA TERPAKSA-KOMPAS
https://amp.kompas.com/lifestyle/read/2013/05/14/15174880/disiplin.tak.boleh.karena.terpaksa


Menjadi Individu dengan Self Discipline

Comments

Popular posts from this blog

Rahasia Mengatur Channel Wifi 99,99% Stabil

Mengakses/Meremot Modem Indihome melalui jaringan Internet

MODE BRIDGE DALAM MODEM INDIHOME